About

Sharing melalui Media Sosial di bawah ini

Friday, July 19, 2013

Mengungkap Dominasi Kekuatan Militer Dibalik Kudeta di Mesir

kekuatan militer mesir
Kudeta terhadap Presiden Mursyi di Mesir  menunjukkan pengaruh yang luar biasa dari kekuatan militer. Pemerintahan yang sah yang dipelopori oleh gerakan Islam Ikhwanul Muslimin mau tidak mau harus mengikuti "peta masa depan"  Abdul Fatah al-Sisi-Menteri Pertahanan dan Produksi Kemiliteran yang mengumumkan penghapusan pemerintah yang terpilih secara demokratis.

"Peta" itu memuat penghentian penerapan konstitusi secara temporer, pencopotan presiden yang terpilih secara demokratis, pelaksanaan pemilu presiden segera dengan ketentuan ketua Mahkamah Konstitusi memegang pengaturan urusan negeri selama tahapan transisi dan sampai pemilu presiden yang baru.  Ketua mahkamah Konstitusi Tinggi memiliki kekuasaan mengeluarkan pengumuman konstitusional selama tahapan transisi.  Ia mengisyaratkan kepada pembentukan pemerintahan “efisiensi nasional” dan pembentukan komite yang menghimpun semua usulan untuk amandemen konstitusi dan mengajukan penetapan rancangan undang-undang pemilu parlemen kepada Mahkamah Konstitusi Tinggi.


 Militer telah memobilisasi para oposisi, kaum sekuler dan Kristen Koptik, serta Al-Azhar pada skenario kudeta ini. Militer/ Tentara sekali lagi membuktikan itu adalah kekuatan nyata yang ada di Mesir bahkan meskipun pemerintahan yang sah (yang dipilih setahun yang lalu) diselenggarakan secara demokratis  dapat dia gagalkan (kudeta). 

Tentara Mesir mengambil alih kekuasaan pada bulan Juli 1952 dalam sebuah kudeta yang didukung AS untuk menggulingkan boneka Inggris Raja Farooq. Proyek CIA ini dijabarkan oleh Miles Copeland, seorang agen CIA, pada tahun 1970 dalam bukunya 'The Game of Nations',  kemudian juga dijelaskan dalam memoarnya tersebut pada tahun 1989 sebagian besar perwira militer junior 'The Game Player" membuat sebuah gerakan yang berisi para perwira militer (The Free Officers Movement) membentuk sistem politik baru yang ternyata di kemudian hari menjadi institusi yang paling terorganisir dan penting di Mesir

Pada tahun 1956 Gamal Abdul Nasser mengambil peran presiden Mesir. Nasser menasionalisasi Terusan Suez, yang menyebabkan perang dengan Inggris, Prancis, dan Israel dan berkat peristiwa tersebut Presiden  Nasser diberi gelar pahlawan nasional dan meningkatkan "personal grade" nya di dunia Arab.

Kerugian kepada Israel dalam perang enam hari tahun 1967 menyebkan pimpinan militer mengambil keputusan untuk menjauh dari pemerintahan. Sehingga kekuasaan  pemerintahan ia berikan kepemimpinannya kepada rakyat sipil, sementara dalam menjaga kebijakan luar negeri, pertahanan dan anggaran nasional secara kuat masih dibawah kendalinya. Sampai saat ini, peluang untuk menjadi jajaran tentara senior di militer hanya dapat diperoleh setelah melalui proses pemeriksaan yang mendalam mengenai kecenderungan politik serta pandangannya tentang Islam dari seorang calon perwira.



Saat ini, kekuatan militer Mesir adalah yang terbesar di Afrika dan Timur Tengah, dan tentara terbesar ke-10 di dunia. Sebuah organisasi bernama The National Services Projects Organization and the Egyptian Organization for Industrial Development mendominasi perekonomian Mesir melalui berbagai perusahaan korporasi dengan perusahaan manufaktur baik skala domestik hingga internasional untuk para tentara. Militer terlibat dalam sektor industri dan jasa, termasuk senjata, elektronik, produk konsumen, pembangunan infrastruktur, agribisnis, penerbangan, pariwisata dan keamanan. Demikian pula sebagian besar gubernur daerah Mesir adalah pensiunan perwira tentara. Banyak institusi sipil yang strategis dan perusahaan sektor publik dijalankan oleh mantan jenderal. Tiga sektor pendapatan utama negara (pertanian, perkotaan dan pariwisata)  dipimpin oleh mantan perwira militer. Tentara sangat terlibat dalam perekonomian nasional. Menurut beberapa perkiraan sebanyak 40% dari perekonomian Mesir dikendalikan oleh militer.


Militer Mesir telah memainkan peran sentral dalam melindungi kepentingan AS di wilayah tersebut. Sejak kudeta militer pada tahun 1952, AS telah mengucurkan dana untuk militer Mesir dengan bantuan lebih dari  30 miliar dolar. Bantuan AS ini adalah bentuk suap untuk menjaga keseimbangan regional bagi kepentingan AS. Kepala pertahanan Mesir saat ini, Abdel Fattah al-Sisi, adalah alumni US Army War College di Pennsylvania, sedangkan kepala angkatan udara Mesir, Reda Mahmoud Hafez Mohamed, melakukan tur di Amerika Serikat sebagai pejabat penghubung (liaison officer). Lebih dari 500 pelatih perwira militer Mesir adalah lulusan sekolah militer Amerika ini terjadi  setiap tahun. Bahkan ada Guest House di barat laut Washington DC, dimana  yang menempatinya adalah pejabat militer Mesir yang tinggal ketika berada di ibukota Amerika.

Perjanjian damai dengan Israel, yang ditandatangani pada tahun 1979 di bawah sponsor AS, adalah pondasi untuk menyetabilkan dominasi Amerika di Mesir..
Perjanjian ini mengakhiri perang dengan Israel, dan ditunjuklah wilayah Sinai sebagai zona penyangga demiliterisasi antara kedua negara, secara efektif menghilangkan ancaman perang antar bangsa, sehingga Israel dapat mempertahankan posisinya.


Peran militer di Mesir telah memastikan tidak ada lembaga saingan lainnya pernah bisa berkembang. Akibatnya, sebagian besar lembaga negara terjadi korupsi yang kronis dengan disproporsionalitas ekonomi di tangan segelintir orang. Sementara itu personil militer direkrut dari desa-desa dan kota-kota di seluruh negeri hanya berjumlah sembilan posisi bintara. Konsekuensinya, untuk mencapai posisi senior di militer Mesir harus mengikuti sistem yang dibuat sesuai kepentingan Amerika. Desain "pembinaan dan rekrutmen" ini membantu pimpinan militer Mesir mempertahankan loyalitas dalam jajaran militer, yaitu loyalitas kepada Amerika.



Penghapusan  presiden Mursi terhadap dua jenderal militer di awal kepresidenannya, dipandang sebagai langkah berani yang menegaskan posisinya sebagai pemimpin tertinggi angkatan bersenjata. Tetapi faktanya adalah bahwa Mursi tidak benar-benar mengambil kendali tentara. Jenderal yang ditunjuk Morsi, Abdul Fattah al-Sisi, adalah next-in-line militer dan pada akhirnya orang inilah yang memaksa Mursyi meninggalkan kursinya. Ikhwanul Muslimin  tidak memiliki kekuatan karena mereka belum mampu mengubah realitas politik ini. Dengan memonopoli  tentara Mesir dari kekuasaan dan ekonomi adalah satu-satunya cara untuk menghasilkan perubahan yang sebenarnya. Merubah sistem rusak yang telah di tunggangi oleh kepentingan Amerika.

Sumber referensi :



[1] http://www.themalaysianinsider.com/world/article/egypt-orders-arrest-of-300-islamists

[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Gamal_Abdel_Nasser

[3] https://en.wikipedia.org/wiki/Egyptian_Armed_Forces

[4] http://www.jadaliyya.com/pages/index/3732/

[5] http://www.nybooks.com/articles/archives/2011/aug/18/egypt-who-calls-shots/

[6]  http://www.fas.org/sgp/crs/mideast/RL33003.pdf

[7] http://news.nationalgeographic.com/news/2013/07/130705-egypt-morsi-government-overthrow-military-revolution-independence-history/

[8] http://killerapps.foreignpolicy.com/posts/2013/07/02/soldiers_trained_by_us_threatening_to_overthow_egypt

[9] https://en.wikipedia.org/wiki/Israel-Egypt_Peace_Treaty
[10] http://www.csmonitor.com/World/Backchannels/2012/0812/Egypt-s-President-Morsi-fires-senior-general-Tantawi-asserting-his-power

0 comments:

Post a Comment

Copyright © 2012 Catatan Dunia Islam All Right Reserved